Tahun 2023 membawa tantangan besar bagi sektor industri batu bara, dengan harga yang merosot tajam dari kisaran US$300 per ton pada awal tahun menjadi di bawah US$150 per ton. Meski demikian, Ketua Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu Bara (Aspebindo), Anggawira, optimistis bahwa industri batu bara akan mengalami perbaikan pada tahun 2024.
Menurut Anggawira, tren ekonomi yang sudah membaik akan memicu rebound di industri batu bara. Meskipun diperkirakan harga hanya akan meningkat sekitar 10-20%, ia menegaskan bahwa perbaikan ini menjadi langkah positif setelah penurunan harga yang signifikan. Namun, Anggawira juga mencatat bahwa tidak akan ada kenaikan harga besar seperti pada era pandemi COVID-19, karena Cina, pasar terbesar bagi Indonesia, telah menimbun stok.
Dalam konteks ekspor, Anggawira melihat potensi pertumbuhan di negara-negara Asia Selatan seperti India dan Bangladesh. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa beberapa lembaga keuangan tidak mendukung ekspor ini, menyebabkan hambatan dalam transaksi.
“Pertumbuhan industri di India dan Bangladesh berpotensi menjadi pasar baru bagi Indonesia, tetapi dukungan dari lembaga keuangan diperlukan,” kata Anggawira.
Sementara itu, tantangan di dalam negeri pada tahun 2024, menurut Anggawira, adalah harga komoditas industri batu bara yang dinamis. Terdapat disparitas antara harga di dalam negeri dan di luar negeri, yang memerlukan solusi win-win untuk menjaga keseimbangan. Dalam mencari solusi, fokus utama adalah pada biaya produksi yang terus meningkat, terutama ketika eksplorasi dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama. Anggawira menekankan perlunya merumuskan solusi untuk mengakomodir biaya produksi para penambang mineral.
“Bukan hanya batu bara, proyek mineral lainnya juga menjadi perhatian. Pertumbuhannya cukup tinggi, terutama jika beberapa smelter sudah beroperasi, penyerapannya di dalam negeri akan meningkat,” jelas Anggawira.
Pada akhir 2023, Anggawira menjelaskan bahwa penurunan tren harga komoditas disebabkan oleh penurunan persentase ekspor, yang dipengaruhi oleh musim dingin yang relatif tidak dingin atau mild weather. Meski ekspor mengalami penurunan, konsumsi domestik mengalami kenaikan, yang dipengaruhi oleh dinamika geopolitik. “Tren ini sangat dinamis, tergantung pada berbagai situasi geopolitik. Namun, kenaikan tidak akan terlalu tinggi menurut pandangan saya,” kata Anggawira.
Demikian informasi seputar perkembangan industri batu bara dan prediksi harga batu bara. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Wisatahouse.Com.