Tradisi Ngurek, atraksi ekstrim menusuk diri menggunakan senjata keris, dimana para pelakunya dalam keadaan kerasukan. Tradisi Ngurek ini sangat erat kaitannya dengan ritual keagamaan dan dilaksanakan di sebagian besar wilayah adat Bali.
Ngurek dipercaya oleh masyarakat yang melaksanakannya sebagai manifestasi dari pengabdiannya kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Ngurek sendiri berasal dari kata “urek” yang memiliki arti melobangi atau tusuk. Makanya tak heran implementasi ritualnya menurut kita aneh yakni dengan menyakiti diri sendiri.
Ngurek dilakukan dengan jalan menusukkan keris ke bagian tubuh sendiri. Selain keris, Ngurek juga bisa dilakukan dengan tombak atau alat sejenis lainnya dalam keadaan pelakunya tengah kerasukan.
Baru-baru ini seorang pria dari Dusun Kelodan, Desa Penglatan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, tertusuk keris dengan panjang 30 cm. Pria tersebut Gede Winasa, berhasil selamat dari maut saat megikuti tradisi ngurek.
Saat mengikuti upaca piodalan di Pura Dalem Purwa Desa Penglatan, pria berumur 63 tahun ini tiba-tiba tak sadarkan diri dan kerauhan. Saat kerauhan itulah, Gede Winasa langsung mengambil keris yang memang tersimpan di areal pura, dan langsung ditancapkan di bagian dadanya.
Anehnya orang yang tengah melakukan Ngurek seakan tak merasakan kesakitan. Hal demikian, katanya, disebabkan oleh adanya “bantuan gaib” dalam prosesnya kerasukan oleh roh lain selain hakikat jiwanya sendiri. Ngurek seperti dengan Debus di Banten yang juga lebih mengandalkan pada ketahanan dan kekebalan tubuh pelakunya. Namun biasanya pantangannya tak boleh ujub atau sombong.
Tradisi Ngurek tidak tahu kapan mulai dilakukan, konon ini terjadi pada jaman kejayaan kerajaan. Saat itu sang raja ingin membuat pesta yang tujuannya untuk menunjukkan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan sekaligus menyenangkan hati para prajuritnya.
Setelah dilakukan sejumlah upacara, kemudian memasuki tahap hiburan, mulai dari sabung ayam, hingga tari-tarian yang menunjukkan kedigdayaan para prajurit, maka dari tradisi ini munculah Tari Ngurek atau Tari Ngunying.