Terdakwa Irnawati Sutanto Mirza Dalam Kasus Vaksin Palsu

vaksin palsu
vaksin palsu

Irnawati Sutanto Mirza merupakan tiga terdakwa kasus vaksin palsu yang telah divonis di Pengadilan Negeri Bekasi. Ketiga terdakwa tersebut masing-masing telah divonis dan dijatuhi hukuman atas perannya dalam kasus vaksin palsu.

Kepala Humas Pengadila Negeri Suwarsa mengungkapkan bahwa terdakwa sebelumnya yang telah mendapatka vonis terlebih dahulu adalah Syafrizal dan Iin Sulastri yang merupakan pasangan suami istri. Keduanya terbukti membantu peredaran vaksin palsu dan memiliki peran dalam proses produksi.

vaksin palsu

Atas tindakannya tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi memvonis Iin Sulastri dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Sementara suaminya Syafrizal mendapatkan hukuman 10 tahun penjara dan denda RP 100 juta.

Terdakwa Irnawati Sutanto Mirza serta terdakwa lain

Data dari Pengadilan Negeri Bekasi, selain terdakwa Irnawati, Sutanto, dan Mirza, dalam kasus vaksin palsu tersebut juga terdapat terdakwa lain antara lain Hidaya Tauqurhman, Rita Agustina, Sugiyati, Nina Farida, Suparji, Seno, Agus Priyono, Manogu Elly Novita, Syahrul Munir, Thamrin, dan Muhamad Farid.

Dalam kasus vaksin palsu ini Irnawati memiliki peran sebagai pemasok kemasan vaksin atau botol vaksin. Irnawati diketahui bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Harapan Bunda. Selain menjadi perawat, ia juga berperan memesan vaksin apabila vaksin yang tersedia di rumah sakit Harapan Bunda kosong atau habis.

Namun Irnawati kerap memesan vaksin tersebut ke distributor ilegal. Atas barang bukti yang cukup Irnawati akhirnya dinyatakan bersalah dan dituntut 8 tahun penjara.

Sementara Sutanto dan Mirza merupakan terdakwa yang berperan sebagai distributor vaksi palsu di wilayah Jawa Tengah. Dalam penyelidikan polisi akhirrnya Sutanto dan Mirza tertangkap di wilayah Semarang, Jawa Tengah. Selain di Jawa Tengah, vaksin palsu tersebut juga diedarkan oleh Sutanto dan Mirza di Medan.

Berkas terdakwa lain dalam kasus vaksin palsu masih berada di Kejaksaan Agung karena dinyatakan belum lengkap. Sebelumnya Kejaksaan Agung juga menginginkan agar berkas terdakwa dipisah. Artinya satu terdakwa satu berkas. Namun demikian apabila berkas dipisah tiap terdakwa maka penerapan hukum tidak akan maksimal.

Hal tersebut dikarenakan kejahatan dalam jaringan vaksin palsu tidak terlihat. Sementara apabila berkas dijadikan satu maka peran setiap terdakwa akan terlihat sehingga penerapan hukuman dapat maksimal.