Nampaknya masalah polusi udara di Indonesia harus benar-benar diperhatikan. Pasalnya, tingkat polusi udara di Indonesia di tahun 2023 disebut meningkat. Salah satu laporan yang memberikan informasi terkait kota dengan kualitas udara terburuk di Indonesia adalah Nafas Indonesia, lembaga pemantau kualitas udara.
Dalam sebuah webinar bertema “Laporan Tahunan Nafas: Kilas Balik Kualitas Udara 2023” yang diselenggarakan pada Senin (15/1/2024), Junior Data Analyst Nidaa Fauziyyah mengatakan bahwa ada peningkatan rata-rata tahunan polusi udara di berbagai wilayah yang dipantau oleh Nafas melalui sensor.
Kota dengan Kualitas Udara Terburuk
Peningkatan rata-rata polusi udara tahunan tahun 2023 yang disampaikan oleh tim Nafas Indonesia itu terjadi di Pulau Jawa, Bali, dan Belitung. Tim Nafas juga berhasil mendapatkan data yang diolah hingga menghasilkan daftar kota dengan polusi udara dari urutan terberat hingga bersih di Indonesia.
Posisi kota paling banyak polusi ditempati oleh Tangerang Selatan. Bahkan kota itu jadi kota paling berpolusi tahun lalu menurut tim Nafas Indonesia. Menurut data terbaru dari Nafas, konsentrasi rata-rata polutan udara PM 2,5 di Tangerang Selatan pada tahun 2023 mencapai 48 µg/m³ (mikrogram per meter kubik).
Di posisi kedua, Bandung Raya mencatatkan rata-rata PM 2,5 sebesar 44 µg/m³. Berdasarkan parameter ini, kualitas udara di Tangerang Selatan dan Bandung Raya dikategorikan tidak sehat bagi kelompok yang sensitif.
Nafas Indonesia juga memberikan daftar 14 kota di Indonesia yang didasarkan pada kualitas udara, dari yang paling buruk ke kota dengan kualitas udara yang baik.
- Tangerang Selatan: 48
- Bandung Raya: 44
- Tangerang: 43
- Bogor: 43
- Bekasi: 42
- Depok: 42
- DKI Jakarta: 38
- Semarang: 37
- Surabaya Raya: 37
- Malang Raya: 33
- Daerah Istimewa Yogyakarta: 33
- Bali: 21
- Kepulauan Seribu: 16
- Belitung: 13
Menurut Nafas Indonesia, kota yang punya level polusi tinggi dengan risiko memicu kerentanan bagi kelompok sensitif adalah kota Tangerang Selatan, Bandung Raya, Tangerang, Bogor, Bekasi, Depok, DKI Jakarta, Semarang, dan Surabaya Raya.
Sedangkan Malang Raya, DI Yogyakarta, Bali, Kepulauan Seribu, dan Belitung jadi kota dengan level yang moderat.
Kondisi polusi uara di beberapa kota itu terjadi salah satunya karena faktor geografis. Tangerang Selatan misalnya yang memiliki dataran tinggi di sebelah barat daya. Dataran itu secara langsung menghalangi hembusan angin dari arah Samudra Hindia. Padahal angin dibutuhkan untuk menyebar polutan sehingga tak terkumpul di satu titik saja.
Di sisi lain angin laut justru mendorong polusi makin masuk ke Tangsel. Keadaan itu membuat polusi udara makin terakumulasi bahkan terjebak di kota tersebut. Selain itu ada dampak tidak langsung yang berupa polusi lintas batas yang terdorong oleh angin laut yang ada di kota Tangsel.
Hal serupa juga terjadi di Bandung Raya yang memiliki tingkat polusi udara tertinggi kedua setelah Tangsel. Faktor tersebut dipicu oleh letak geografis dan topografi Bandung Raya.
Menurut Nidaa, Bandung Raya memiliki posisi geografis dan topografi menyerupai mangkuk atau biasa disebut dengan Cekungan Bandung. Kondisi tersebut membuat angin besar dan angin yang berembus dari luar Bandung sulit untuk mengurai polutan lantaran terjebak di cekungan tersebut dan menjadikan Bandung Raya sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk.