Bali sangat terkenal dengan adat istiadat dan budayanya, tidak hanya terkenal dengan keindahan alamnya saja. Ketika anda berlibur di Bali, pastikan Anda mengunjungi beberapa desa adat yang berada disana. Desa Adat tersebut yaitu Desa Tenganan, Desa Truyan dan Desa Panglipuran.
Desa Tenganan
Desa Tenganan Desa Tenganan berada di Kabupaten Karangasem. Letaknya sendiri kurang lebih sejauh 60 kilometer dari arah timur Denpasar.
Di desa yang memiliki luas sekitar 917,2 hektar ini, Anda dapat menemukan bagaimana Bali saat masih tradisional dengan penduduk Bali Mula. Ada keunikan tersendiri dari desa ini, yakni masyarakat begitu memegang teguh aturan adat dari leluhur. Masyarakat Tenganan mempunyai peraturan yang biasa disebut dengan awig-awig.
Seperti halnya tidak boleh ada poligami atau pun perceraian. Namun, desa adat ini pun sangat terbuka dengan hal baru nan modern, seperti listrik, alat komunikasi dan transportasi. Anak-anak di sana juga sangat didorong untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Selain itu, ada pula aturan untuk mengatur sistem pemerintahan, hak tanah dan hak sumber daya alam, perkawinan, pendidikan, dan upacara adat.
Masyarakat disana memiliki talenta luar biasa, salah satunya adalah mereka terbiasa menenun sendiri kain gringsing yang memang hanya diproduksi di desa ini. Selain kain tenun, Anda juga dapat menemukan kerajinan ukir atau lukis daun lontar.
Desa Trunyan
Rasanya Desa Trunyan sudah terkenal hingga mancanegara karena keunikannya, yakni proses pemakamannya. Desa ini terletak di pinggir Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Untuk bisa sampai di desa ini, Anda bisa menggunakan perahu menyebrangi Danau Batur. Nah, tradisi unik yang dilakukan masyarakat setempat yaitu tidak menguburkan jenazah, tetapi hanya membaringkan jenazah di atas tanah juga di bawah pohon kemenyan yang biasa disebut Sema Wayah. Sementara itu, di Sema Wayah hanya ada 11 makam, sehingga jenazah akan diletakkan secara bergantian. Masyarakat tidak menambah makam karena sudah ada ketentuan dari leluhur.
Selain Sema Wayah, ada dua pemakaman lainnya yakni Sema Muda dan Sema Bantas. Sema Wayah sendiri merupakan pemakanan untuk orang yang meninggal secara wajar, telah berumah tangga, bujangan, dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal. Kemudian, Sema Muda khusus untuk bayi yang meninggal dan dikubur. Sementara pemakanan Sema Bantas khusu untuk orang yang meninggal disebabkan kecelakaan dan harus dikubur.
Di sekitar Kuburan Truyan terdapat Pura Dalem yang terletak di pinggir danau yang sering dikunjungi untuk melakukan persembahyangan. Pura ini juga menjadi salah satu obyek wisata ketika wisatawan berkunjung di Kuburan Trunyan karena lokasinya bersebelahan. Selain itu juga wisatawan bisa bersantai di sekitar pinggir Danau Batur atau bahkan mendaki Gunung Batur.
Desa Penglipuran
Desa Penglipuran Desa yang berisi masyarakat Bali Mula ini berada di dataran tinggi di sekitar kaki Gunung Batur, tepatnya di Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli, yang berjarak 45 kilometer dari Denpasar. Suasana di desa tersebut amat tenang dan asri, selain itu juga udara yang sejuk karena berada di dataran tinggi. Berbeda dengan kedua desa sebelumnya, Desa Penglipuran punya keunikan tersendiri. Yakni rumah-rumah penduduk di sana nampak seragam di bagian depan rumah. Sehingga wisatawan pun dapat melihat keindahan desa ini sepanjang lorong desa begitu rapi juga cantik.
Anda bisa berjalan melalui lorong ini yang menanjak ke atas. Lalu juga membagi desa ke tiga bagian sesuai konsep Tri Hita Karana (hubungan manusia dengan sesama, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan). Hal lain yang tak kalah uniknya adalah tidak memperbolehkan kendaraan mobil atau motor masuk ke dalam desa. Sehingga kendaraan pun harus diparkir di lahan parkir. Sementara untuk aturan adat, sama halnya seperti di Desa Tenganan, masyarakat di sana melarang laki-laki memiliki istri lebih dari satu.