Pemerintah Wacanakan HBA untuk Harga Ekspor Batu Bara, Namun Ekonom Energi Ragu Dapat Ditegakkan?

Indonesia memiliki cadangan batu bara yang besar dan pasar global tetap didominasi oleh hukum pasar. (kontainerindonesia.co.id)

Pemerintah Indonesia berencana mewajibkan penggunaan harga batu bara acuan (HBA) dalam transaksi ekspor batu bara. Namun, kalangan ekonom energi meragukan efektivitas kebijakan tersebut. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar mengungkapkan bahwa meski kebijakan harga ekspor batu bara bertujuan baik, yakni untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia di pasar global, hal tersebut sulit untuk dilaksanakan secara efektif.

Bisman menjelaskan bahwa meskipun Indonesia memiliki cadangan batu bara yang besar, pasar global tetap didominasi oleh hukum pasar, yang berarti harga batu bara akan ditentukan oleh kesepakatan antara penjual dan pembeli, bukan hanya berdasarkan HBA.

“Pemerintah dapat menggunakan HBA sebagai acuan dasar, tetapi keputusan akhir tetap berada pada level business to business (B2B),” kata Bisman.

Pernyataan ini menggarisbawahi tantangan utama dalam implementasi kebijakan tersebut. Ekspor batu bara Indonesia sering kali mengandalkan perjanjian jual beli jangka panjang yang telah disepakati sebelumnya antara perusahaan Indonesia dan pembeli luar negeri.

Dengan demikian, meski HBA menjadi acuan, harga jual sebenarnya tetap bergantung pada kesepakatan yang telah ada.

Pemerintah, melalui Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Bahlil Lahadalia, sebelumnya mengumumkan kebijakan untuk mewajibkan ekspor batu bara menggunakan HBA, bahkan dengan ancaman pencabutan izin ekspor bagi perusahaan yang tidak mematuhi aturan tersebut.

Bahlil kecewa karena harga batu bara Indonesia kerap kali lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar dunia, meskipun Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia.

Namun, hal ini juga dipandang oleh Gita Mahyarani, Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), sebagai tantangan besar. Menurutnya, HBA yang selama ini digunakan sebagai patokan harga di pasar domestik tidak selalu mencerminkan dinamika pasar internasional yang lebih fleksibel.

“Jika pemerintah tetap ingin menggunakan HBA untuk ekspor, mereka harus memastikan HBA bisa bersaing dengan indeks harga batu bara global yang lebih sering digunakan dalam transaksi internasional,” ujar Gita.

Sementara itu, Kementerian ESDM mencatat bahwa produksi batu bara Indonesia pada 2024 tercatat mencapai 836 juta ton, dengan ekspor mencapai 555 juta ton. Target produksi untuk 2025 dipatok sebanyak 735 juta ton. Meskipun demikian, harga batu bara global pada 2024 mengalami penurunan hingga 14,45%, yang dapat mempengaruhi daya saing ekspor Indonesia di pasar internasional.

Demikian informasi seputar kebijakan transaksi ekspor batu bara. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Wisatahouse.Com.