Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan korupsi terkait ekspor batu bara di Kutai Kartanegara (Kukar). Pendalaman ini dilakukan melalui pemeriksaan Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani, sebagai saksi dalam kasus yang melibatkan mantan Bupati Kukar, Rita Widyasari.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut bahwa pemeriksaan ini fokus pada aktivitas ekspor batu bara.
“Saksi hadir didalami terkait dengan ekspor batu bara,” ujar Tessa dalam keterangannya, Senin (23/12).
Rita Widyasari diduga menerima gratifikasi dari sejumlah perusahaan pertambangan. Nilai gratifikasi tersebut berkisar antara USD3,3 hingga USD5 per metrik ton batu bara.
Berdasarkan informasi yang disampaikan Direktur Penyidikan KPK, Asep, perusahaan-perusahaan tersebut mampu menghasilkan jutaan metrik ton batu bara, memberikan potensi gratifikasi yang signifikan.
KPK juga mengungkapkan bahwa Rita Widyasari diduga menyamarkan hasil gratifikasi melalui tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penyidik terus mendalami aliran dana tersebut, termasuk pemeriksaan aset berupa ratusan mobil yang telah disita sebelumnya.
Selain memeriksa Askolani, KPK juga mendalami sumber dana melalui saksi-saksi lain, seperti pengusaha Kalimantan Timur, Said Amin. Tim penyidik berupaya mengungkap lebih dalam kaitan antara aset yang disita dan sumber gratifikasi.
Komisaris PT Media Bangun Bersama, Rita Widyasari bersama Khairudin telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang hasil gratifikasi senilai Rp436 miliar, yang digunakan untuk pembelian tanah, kendaraan, dan aset lainnya atas nama pihak ketiga.
Kasus ini mencuatkan sorotan terhadap tata kelola ekspor batu bara di Indonesia, terutama dalam memastikan bahwa aktivitas tersebut berjalan transparan dan bebas dari praktik korupsi.
Demikian informasi seputar kasus ekspor batu bara di Kutai Kartanegara (Kukar). Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Wisatahouse.Com.